Kelihatannya semakin sering timbul soal perbatasan Indonesia dengan Malayasia,yang sepertinya sengaja di dramatisasikan untuk kepentingan pihak-pihak tertentu dalam konteks untuk merealisasikan tujuan mereka kedepan yang perlu diwaspadai.
Memang seakan terkesan mereka merupakan kelompok-kelompok yang paling nasionalis dan sangat menyintai tanah air tumpah darah Indonesia,tetapi perlu juga memahami untung ruginya melakukan gerakan-gerakan yang bisa mengancam hubungan Indonesia dan Malaysia tersebut.
Setiap bangsa Indonesia memang tidak menghendaki sejengkal wilayahnya dicaplok oleh siapapun ,karenanya perlu di pertahankannya . Namun tidak perlu dengan cara-cara kekerasaan ,provokasi dan mengadakan sweeping terhadap warga-warga Malaysia .Tetapi hal itu perlu di selesaikan secara damai,melalui perundingan seperti sedang dilakukan sekarang ini.
Sebagai negara kepulauan Indonesia memang memiliki garis perbatasan yang relatif panjang dengan negara-negara tetangga,baik garis perbatasan di daratan,di lautan,maupun diwilayah udara.Dan semuanya itu sudah ada aturan-aturan hukum internasional yang perlu di ta’ati ,serta di realisasikan secara damai melalui proses perundingan lewat jalur-jalur diplomatik.
Negara Kesatuan Republkik Indonesia berbatasan langsung dengan Malaysia,Thailand, Myanmar, India,Singapore, Papaua New Gunea,Timor Leste,Australia,Pilipina,Vietnam.Namun karena wilayah-wilayah tersebut berbatasan langsung dengan beberapa negara anggota ASEAN,maka soal sengketa perbatasan itupun proses pengentasannya dilakukan secara khusus ala ASEAN sendiri.
Proses pendekataan seperti itu yang terkesan terlambat dan secara diam-diam tidak di senangi oleh kelompok-kelompok tertentu yang lebih agresif ,dan mereka menghendaki soal perbatasan Indonesia-Malaysia itu bisa dituntaskan secara cepat.Padahal masalah tersebut tidaklah sederhana sebagaimana persepsi mereka,tetapi pembicaraan itu berpijak pada perjanjian pemerintah kolonial Belanda dan Inggris yang ditandatangani pada tahun-tahun 1891, 1915 dan tahun 1928 .
Kemudian setelah kedua negara memperoleh kemerdekaannya,maka masalah perbatasan kedua negara(Indonesia-Malaysia)dibicarakan lagi tahun 1973,1978, dan tahun 2006 menyangkut garis perbatasan kedua negara di pulau kalimantan yang terbentand mulai dari Tanjang Datu Kalimantan(Indonesia=Propinsi Kalimantan Barat, atau Serawak bagi Malaysia) sampai ke Sepatik(Indonesia=Propinsi Kalimantan Timur,atau Sabah bagi Malaysia)yang jaraknya sekitar 2004 kilometer .
Garis perbatasan sepanjang dua kali pulau jawa tersebut merupakan jajaran pegunungan kapuas hulu -Muller yang sulit terjamah manusia,sehingga potok-patok perbatasannyapun seringkali tergurus erosi hilang atau bergeser ,tetapi tidak akan nmerubah perbatasan itu sendiri karena kordinatnya tetap.Karenanya sekiranya patok-patok yang sudah disepakati kedua negara itu bergeser atau hilang,masih ada titik kordinatnya yang tetap tidak berubah yang diakui oleh Indonesia dan Malaysia.
Oleh sebab itu semestinya pemerintah perlu mensosialisasikannya kepada masyarakat Indonesia supaya mereka memahami hal itu ,sehingga mereka tidak mudah terprovokasi oleh propaganda kelompok-kelompok tertentu yang hendak menciptakan konflik antara Indonesia dengang negara tetangganya ,baik dengan Malaysia, Pilipina , Timorleste Singapore, maupun Australia,Papua New Gunea,India,Thailand .
Memang soal perbatasan Indonesia dengan Malaysia sering terjadi konflik yang senantiasa dimamfaatkan oleh kelompok -kelompok Nasionalis sekuler ,sebagaimana halnya ketika mencuatnya masalah blok Ambalat dan kini masalah Tanjung Datu(14449 Hektar) dan Camar Wulan(1400 Hektar) yang menurut TB.Hasanuddin (anggota DPR dari fraksi PDI-P dari komisi 1 ) wilayah itu dicaplok oleh Malaysia,yang dibantah keras oleh pemerintah Indonesia sendiri.Namun mereka masih juga ngotot,sebagaimana disebutkan oleh Permadi(anggota DPR mantan PDI-P yang kini bergabung dengan Gerindra)dalam berbagai kesempatan termasuk di acara JLC(TV One)bahwa pemerintah sangat lemah dalam negoisasinya dengan Malaysia.
Bahkan hari Rabu,12 Oktober 2011 Permadi SH turut berunjuk rasa di bulatan HI dalam melancarkan protesnya terhadap masalah tanjung Datu dan Camar Wulan tersebut.Mereka itu juga dulunya paling keras protesnya dalam masalah blok Ambalat,dan kini mereka masih tetap begitu garis politiknya terhadap masalah-masalah sengketa perbatasan antara Indonesia dan negara tetangga Malysia.Para penganut paham Marhenisme atau Sukarnoisme tersebut masih terobsesi oleh konfrontasi Indonesia dengan Malayasia yang pernah dilancarkan oleh Presiden Sukarno tahun 1960-an,sehingga sampai sekarangpun yel-yel mereka masih persis serupa”Ganyang Malaysia” dengan apa yang pernah dilakukan rejim Orde Lama dahulu.
Padahal masalah perbatasan antara Malaysia-Indonesia itu bisa diselesaikan secara damai,tanpa perlu menggunakan cara-cara kekerasan . Apalagi sekarang jutaan TKW/TKI mengadu nasib di negeri njiran tersebut, dan jutaan hektar lahankelapa sawit Indonesia sekaarang merupakan milik dari para investor Malaysia. Hal ini merupakan bantuan yang sangat besar bagi pemerintah Indonesia,yang belum mampu mensejahterakan warga negaranya sendiri sehingga terpaksa mengadu nasib di Malaysia.Dan sekiranya soal perbatasan ini bisa menjadi faktor meningkatnya eskalasi politik,ekonomi hingga ketegangan meningkat tajam tentunya bisa berdampak sangat luas bagi Indonesia sendiri.Mampukah pemerintah Indonesia menyediakan jutaan lapangan kerja untuk menampung TKW/TKI itu,karena terpaksa pulang ketanah air jika terjadi konflik antara kedua negara .
Meskipun hal tersebut mustahil terjadi,karena hubungan Malaysia-Indonesia sangat biak,baik hubungan sesama warga diperbatasan Indonesia -Malayasia yang memang masih terikat hubungan kekerabatannya,yang berbagai nilai dan norma sosialnya sama.Mereka secara turun temurun bebas keluiar masuk melintas perbatasan,malahan masyarakat Indonesia di perbatasan itu lebih mengenal Ringgit daripada Rupiah.Selain itu berbagai hubungan kerjasama militer antara negara Indonesia,Malaysia ,Singapore sudah lama terjadlin.Mereka mengadakan latihan bersama secara rutin,seperti Malindo dan semacamnya.Namun demikian pemerintah perlu secepat mungkin mengentaskan berbagai masalah di perbatasan dengan negara-negara tetangga,tidak hanya dengan Malaysia saja tetapi juga dengan Australia mengenai celah laut Timor .Dan pertemuan tanbggal 16 Oktober ini diharapkan bisa mempercepat tuntasnya masalah wilayah-wilayah perbatasan Indonesia dan Malaysia.
Mudah-mudahan pejabat kita sadar akan hal ini..
Memang seakan terkesan mereka merupakan kelompok-kelompok yang paling nasionalis dan sangat menyintai tanah air tumpah darah Indonesia,tetapi perlu juga memahami untung ruginya melakukan gerakan-gerakan yang bisa mengancam hubungan Indonesia dan Malaysia tersebut.
Setiap bangsa Indonesia memang tidak menghendaki sejengkal wilayahnya dicaplok oleh siapapun ,karenanya perlu di pertahankannya . Namun tidak perlu dengan cara-cara kekerasaan ,provokasi dan mengadakan sweeping terhadap warga-warga Malaysia .Tetapi hal itu perlu di selesaikan secara damai,melalui perundingan seperti sedang dilakukan sekarang ini.
Sebagai negara kepulauan Indonesia memang memiliki garis perbatasan yang relatif panjang dengan negara-negara tetangga,baik garis perbatasan di daratan,di lautan,maupun diwilayah udara.Dan semuanya itu sudah ada aturan-aturan hukum internasional yang perlu di ta’ati ,serta di realisasikan secara damai melalui proses perundingan lewat jalur-jalur diplomatik.
Negara Kesatuan Republkik Indonesia berbatasan langsung dengan Malaysia,Thailand, Myanmar, India,Singapore, Papaua New Gunea,Timor Leste,Australia,Pilipina,Vietnam.Namun karena wilayah-wilayah tersebut berbatasan langsung dengan beberapa negara anggota ASEAN,maka soal sengketa perbatasan itupun proses pengentasannya dilakukan secara khusus ala ASEAN sendiri.
Proses pendekataan seperti itu yang terkesan terlambat dan secara diam-diam tidak di senangi oleh kelompok-kelompok tertentu yang lebih agresif ,dan mereka menghendaki soal perbatasan Indonesia-Malaysia itu bisa dituntaskan secara cepat.Padahal masalah tersebut tidaklah sederhana sebagaimana persepsi mereka,tetapi pembicaraan itu berpijak pada perjanjian pemerintah kolonial Belanda dan Inggris yang ditandatangani pada tahun-tahun 1891, 1915 dan tahun 1928 .
Kemudian setelah kedua negara memperoleh kemerdekaannya,maka masalah perbatasan kedua negara(Indonesia-Malaysia)dibicarakan lagi tahun 1973,1978, dan tahun 2006 menyangkut garis perbatasan kedua negara di pulau kalimantan yang terbentand mulai dari Tanjang Datu Kalimantan(Indonesia=Propinsi Kalimantan Barat, atau Serawak bagi Malaysia) sampai ke Sepatik(Indonesia=Propinsi Kalimantan Timur,atau Sabah bagi Malaysia)yang jaraknya sekitar 2004 kilometer .
Garis perbatasan sepanjang dua kali pulau jawa tersebut merupakan jajaran pegunungan kapuas hulu -Muller yang sulit terjamah manusia,sehingga potok-patok perbatasannyapun seringkali tergurus erosi hilang atau bergeser ,tetapi tidak akan nmerubah perbatasan itu sendiri karena kordinatnya tetap.Karenanya sekiranya patok-patok yang sudah disepakati kedua negara itu bergeser atau hilang,masih ada titik kordinatnya yang tetap tidak berubah yang diakui oleh Indonesia dan Malaysia.
Oleh sebab itu semestinya pemerintah perlu mensosialisasikannya kepada masyarakat Indonesia supaya mereka memahami hal itu ,sehingga mereka tidak mudah terprovokasi oleh propaganda kelompok-kelompok tertentu yang hendak menciptakan konflik antara Indonesia dengang negara tetangganya ,baik dengan Malaysia, Pilipina , Timorleste Singapore, maupun Australia,Papua New Gunea,India,Thailand .
Memang soal perbatasan Indonesia dengan Malaysia sering terjadi konflik yang senantiasa dimamfaatkan oleh kelompok -kelompok Nasionalis sekuler ,sebagaimana halnya ketika mencuatnya masalah blok Ambalat dan kini masalah Tanjung Datu(14449 Hektar) dan Camar Wulan(1400 Hektar) yang menurut TB.Hasanuddin (anggota DPR dari fraksi PDI-P dari komisi 1 ) wilayah itu dicaplok oleh Malaysia,yang dibantah keras oleh pemerintah Indonesia sendiri.Namun mereka masih juga ngotot,sebagaimana disebutkan oleh Permadi(anggota DPR mantan PDI-P yang kini bergabung dengan Gerindra)dalam berbagai kesempatan termasuk di acara JLC(TV One)bahwa pemerintah sangat lemah dalam negoisasinya dengan Malaysia.
Bahkan hari Rabu,12 Oktober 2011 Permadi SH turut berunjuk rasa di bulatan HI dalam melancarkan protesnya terhadap masalah tanjung Datu dan Camar Wulan tersebut.Mereka itu juga dulunya paling keras protesnya dalam masalah blok Ambalat,dan kini mereka masih tetap begitu garis politiknya terhadap masalah-masalah sengketa perbatasan antara Indonesia dan negara tetangga Malysia.Para penganut paham Marhenisme atau Sukarnoisme tersebut masih terobsesi oleh konfrontasi Indonesia dengan Malayasia yang pernah dilancarkan oleh Presiden Sukarno tahun 1960-an,sehingga sampai sekarangpun yel-yel mereka masih persis serupa”Ganyang Malaysia” dengan apa yang pernah dilakukan rejim Orde Lama dahulu.
Padahal masalah perbatasan antara Malaysia-Indonesia itu bisa diselesaikan secara damai,tanpa perlu menggunakan cara-cara kekerasan . Apalagi sekarang jutaan TKW/TKI mengadu nasib di negeri njiran tersebut, dan jutaan hektar lahankelapa sawit Indonesia sekaarang merupakan milik dari para investor Malaysia. Hal ini merupakan bantuan yang sangat besar bagi pemerintah Indonesia,yang belum mampu mensejahterakan warga negaranya sendiri sehingga terpaksa mengadu nasib di Malaysia.Dan sekiranya soal perbatasan ini bisa menjadi faktor meningkatnya eskalasi politik,ekonomi hingga ketegangan meningkat tajam tentunya bisa berdampak sangat luas bagi Indonesia sendiri.Mampukah pemerintah Indonesia menyediakan jutaan lapangan kerja untuk menampung TKW/TKI itu,karena terpaksa pulang ketanah air jika terjadi konflik antara kedua negara .
Meskipun hal tersebut mustahil terjadi,karena hubungan Malaysia-Indonesia sangat biak,baik hubungan sesama warga diperbatasan Indonesia -Malayasia yang memang masih terikat hubungan kekerabatannya,yang berbagai nilai dan norma sosialnya sama.Mereka secara turun temurun bebas keluiar masuk melintas perbatasan,malahan masyarakat Indonesia di perbatasan itu lebih mengenal Ringgit daripada Rupiah.Selain itu berbagai hubungan kerjasama militer antara negara Indonesia,Malaysia ,Singapore sudah lama terjadlin.Mereka mengadakan latihan bersama secara rutin,seperti Malindo dan semacamnya.Namun demikian pemerintah perlu secepat mungkin mengentaskan berbagai masalah di perbatasan dengan negara-negara tetangga,tidak hanya dengan Malaysia saja tetapi juga dengan Australia mengenai celah laut Timor .Dan pertemuan tanbggal 16 Oktober ini diharapkan bisa mempercepat tuntasnya masalah wilayah-wilayah perbatasan Indonesia dan Malaysia.
Mudah-mudahan pejabat kita sadar akan hal ini..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar